EKSISTENSIALISME: JEAN PAUL SARTRE
Jean-paul-Sartre (1905-1980) seorang tokoh ekistensialisme yang
meng-iya-kan manusia dan menolak tuhan. Suatu gagasan besar dari tokoh
eksistensialisme memberi pengaruh besar
bagi filsafat dikemudian hari. Gagasan yang diberikan adalah kebebasan manusia
yang membedakan individu subjek dengan objek.. eksistensialisme muncul dilator belakangi
oleh kejadian perang dunia I dan II dimana manusia sudah tidak memiliki rassa
siapa aku-nya dan rasa individu lenyap menjadi objek.
Gagasan Sartre
tentang Tuhan yang hanya membuat manusia tidak merasakan kebebasan total dan
terperangkap pada-Nya. Bahwa srtre pada masa mudanya dengan “mudah” menolak
tuhan gambaran masa kecilnya, diceritakan olehnya sendiri lebih lanjut secara
lain, yakni ketika berusia 12 tahun: “pada tahun 1917, pada suatu pagi di la
Rochelle aku tengah menanti teman-teman yang akan menemaniku ke sekolah: namun
mereka sedemikian telat, sehingga aku tidak mampu lagi menemukan apap pun
sebagai penghibur diri. Pada saat itu , aku lalu memutuskan untuk berfikir
tentang Yang Maha Kuasa. Namun, serta merta saja Ia pergi entah kemana dan
hilang lenyap tanpa keterangan apa pun: Dia tidak eksis, kataku, agak
terperanjat. Aku lalu menganggap perkara ini sudah selesai (Sartre, [1965],
211). (wibowo: 2011: 125).
Apa itu eksistensialisme? Kenapa eksistensialisme? Bagaimana
eksistensialisme? Memang sangat sulit sekali menjabarkan tentang
eksisensialisme, karena penggambaran manusia sebagai mahkluk unik dan dinamis.
Gerak dan aktivitas manusia yang dinamis membuat persepsi tentang manusia tidaklah bisa digambarkan
secara kolektif dan umum.
Eksistensialisme, berakar dari kata “eksistensi”, dalam bahasa
Inggris “existence”. Adalahbentuk kata benda, dengan kata kerja “to exist” yang
berarti “the state of being”….” Ia berasal dari bahasa latin “existo” san :exister”.
Dalam bahasa perancis : “existo”, yakni terdiri dari “ex” dan “sisto” yang
berarti “to stand”. (muzairi 2002 : 28)
Apakah manusia sama dengan hewan? Ataukah lebih rendah jika manusia
tidak menghiraukan nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan? Jawaban yang tegas
dari Sartre yaitu manusia dan hewan tidak bisa disamakan, bahwa jauh dari
manusia hewan itu. Hewan sebagai yang ada dan sebagai realitas tidak meng-ada.
Sedangkang manusia ada terus menerus menngada dalam keadaannya. Manusia sadar
akan keberadaannya sedangkan hewan tidak sadar akan adanya. Marx menyamakan manusia dengan benda karena
semua aktivitas manusia ditentukan oleh barang atau material disekitarnya
sampai pada ujungnya terkesan manusia dengan benda adalah sama. Hegel sebagai
guru marx berpendapat berbeda karena yang nyata adalah roh absolute material
karena pemikiran manusia.
Ada nyata manusia mendahului segala peteorian tentangnya;
eksistensi mendahului esensi; eksistensi adalah kontingensi; manusia adalah
kebebasan (wibowo : 2011: 13) baginya manusia adalah kontingen, selalu menjadi,
dan jati dirinya adalah eksistensinya sendiri yang ia pilih dan ia jalani secara bebas. Dengan begitu
manusia bertanggup jawab atas eksistensinya.
Eksistensialisme yang dijunjung Sartre mempunyai karakteristik
yaitu mendewa-dewakan kebebasan, memperhatikan kebebasan dan mempraktekan
kebebasan. Karena manusia sadar akan keberadaannya. Dia harus menemukan dirinya
dalam situasi dengan alternative yang ia punyai. Bagi jaspers dan hiedegger,
situasi itu menentukan pilihan, kemudian manusia membuat pilihan dari berbagai
kemungkinan tersebut. Sebaliknya, menurut
Sartre, situasi itu tidak menentukan pilihanku, pilihanku itulah yang
menentukan situasi (muzairi 2002 : 55).
Manusia selalu
dikaitkan dengan aktivitas dan penentuan pilihan. “….manusia saja yang paling
banyak engerti kemungkinan-kemungkinan yang harus ia pilih berdasarkan
kebebasan dan kesadaran” (muzairi 2002 : 1). Manusia sangat berbeda sekali
dengan hewan dalam ber-eksistensi karena manusia sadar akan keberadaannya dan
akan selalu mengada dalam keadaannya. Sartre mengatakan bahwa manusia selalu sudah bertanggung jawab atas
seluruh dunia, atas segenap orang (wibowo 2011 : 3).
Kiekerkegaard
berkata bahwa yang bereksistensi hanya manusia, dia sebagaiindividu adalah
unik, tidak dapat diterangkan dari sudut metafisika atau system system ilmu. Eksistensi bagi manusia itu tidak
sekedar “mengada”. Makanya, bulan, bintang, kursi, atau benda lainnya tidak
mempergunakan istilah nereksistensi (muzairi 2002:28).
Eksistensialisme
merupakan reaksi terhadap idealism dan matrealisme dalam memandang manusia
(muzairi 2002 : 27). Gerak dan segala aktivitas manusia itulah yang dinamakan
manusia ber-eksistensi.
Eksistensialisme
muncul tidak terlepas dari wacana filsafat sebelumnya ketika plato berbicara
idealisme, aristoteles berbicara
realisme, kemudian ada empirisme dan rasionalisme. Tidaklah terlepas pandangan
filsafat kekinian dengan wacana filsafat terdahulu antara adanya dialektika
wacana yang terbentuk.
Jean paul Sartre
salah satu penggagas paham eksistensialisme yang tak luput dari pengaruh pemikir
teori phenomenologi Jerman yaitu Edmund hussrel. karya filsafatnya memengaruhi,
antara lain, Edith Stein 3(St. Teresa Benedicta dari Salib),
Eugen Fink, Max Scheler, Martin
Heidegger, Jean-Paul
Sartre, Emmanuel Lévinas, Rudolf Carnap,Hermann Weyl, Maurice
Merleau-Ponty, dan Roman Ingarden (wikepedia 24:00).
Menyinggung
eksistensialis Sartre terdapat suatu kejanggalan bahwa “ada” yang “mengada”
membuat “aku” menjadi subjek terkesan sebagai ego, karena pada saat yang
bersamaan orang lain akan menjadi subjek yang sama dengan “aku”. Artinya “aku”
sebagai subjek adalah menyatu dalam suatu solidaritas yang menyamakan subjek
“aku” dan subjek “orang lain” menjadi subjek yang sama. Keterikatan antara aku
dan orang lain adalah urgent, karena manusia menjadi mahkluk individu
yang sendiri tidaklah akan bisa karena manusia ta luput dari mahkluk social dan
komunal. Jadi kebebasan yang selalu mengada akan berbaur dengan kebebasan orang
lain yang juga selalu mengada dalam keadaannya di dunia.
Pemikiran heideger
dan juga jaspers adalah tentang manusia memimilih ditentukan oleh situasi bukan
idealis. Berbeda sekali dengan Sartre yang menganggap aku adalah sebuah
pemilih, begitu karena pilihanku “aku adalah bebas”.
Pemikiran Sartre
yang menjadikan individu sebagai “aku” dan terus mengada dan menuju manusia
“menjadi” bukan “dijadikan” ini adalah mengarap ke optimis dimana manusia
sebagai individu
DAFTAR PUSTAKA:
Muzairi.
2002. Eksistensialisme jean paul sastre. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wibowo, Setyo, dan Majalah
Driyarkara. 2011. Filsafat: Eksistensialisme Jean Paul Sartre. Yogyakarta
: Kanisius.
Website
:
Komentar
Posting Komentar